Rabu, 11 Juli 2012

PSD (peter says denim) history




ane salut banget sama pemuda INDONESIA ini gan, dia bener2 mulai dari nol, usahanya baru jalan 4 tahun sejak 2008, tapi produkya sudah MENDUNIA

dia adalah

Peter Firmansyah =
 



















Produk Peter =












Pernah denger nama Petersaysdenim?
Atau punya satu produknya?
Atau paling gak, pasti pernah kan melihat produknya dijiplak di pasar-pasar dengan label "KW Lokal" bersama dengan brand-brand terkenal sekaliber Machbet (tm), Volcom (tm), atau Ripcurl (tm).

Dan jika anda menyangka PSD (Petersaysdenim) asli adalah produk impor, itu salah besar. PSD justru adalah salah satu diantara sedikit brand lokal yang go internasional. Bahkan sudah meng"endorse" band-band rock luar negeri. Misalnya saja 

Silverstein dari Kanada, August Burns Red dari Amerika, Not Called Jinx dari Jerman, dan masih banyak lagi. Sementara itu ada juga Superman Is Dead, St. Loco, Rocket Rockers, serta sederet band asal Indonesia lainnya

beginilah bagaimana peter merintis
Dialah seorang Peter Firmansyah. Anak muda kelahiran Sumedang, 4 Februari 1984. Yah, tepat hari ini berarti dia sedang merayakan ultah ke-27. Bayangkan. usia 27 dan punya brand clothing denim yang disejajarkan dengan "Machbet"nya Tom Delonge (Blink).

Peter bukan anak orang kaya yang lantas dapat meraih suksesnya hanya dengan coba-coba dan memakai uang keluarga. Dia memulai dari nol (0). Dari mulai bekerja di pabrik jeans-jeans ternama, belajar sendiri menjahit, hingga melihat sendiri bagaimana memilih bahan jeans yang baik. Peter juga seorang pemain band, dan dari band-nya "Peter says sorry" itulah kemudian Peter punya banyak kenalan musisi dan tahu bagaimana kebutuhan musisi terutama band-band rock untuk tampil di sebuah stage. Yah, bagaimanapun tak bisa dipungkiri, bahwa memang pengalaman adalah guru yang terbaik. Pekerjaan yang dimulai dari bawah akan lebih banyak memberi ilmu, dan membuat kita bergerak terus ke atas daripada mereka yang kemudian sudah start dari atas. Yang ada justru kebanyakan mereka collapse dan jatuh ke bawah. Alasannya jelas, mereka tidak tahu apa yang dibutuhkan di bawah, karena sebenarnya pusat dari sebuah produksi adalah bagaimana kinerja mereka yang di bawah.

Apa yang membuat PSD sukses adalah karena brand ini mengedepankan kualitas. Peter pernah menyatakan bahwa, "produk keren itu pasti laku, tapi produk yang laku itu belum tentu keren." Pertama PSD dibuat, pasar yang mereka tuju justru pasar luar negeri, karena peter sadar, bahwa masyarakat Indonesia kurang cinta produk lokal. Mereka lebih suka mengenakan clothing yang dipakai orang bule. Oleh karena itu, menurut Peter, hal yang harus ia lakukan adalah membuat produknya dipakai orang bule, dengan sendirinya nanti orang Indonesia akan melihat dan ikut-ikutan memakai. sebuah realita yang absurd. Bule pun suka dengan PSD karena alasan, desainnya keren dan gak perlu buat banyak, bisa pesen dengan jumlah limited. Nggak seperti brand-brand terkenal yang musti pesen partai dulu biar bisa produksi.


Peter Firmansyah, yang dulu pekerja pabrik jeans sekarang menjadi bos pabrik jeans. Sebuah contoh anak muda pekerja keras. Seorang pemimpi yang berhasil mewujudkan mimpinya. Kini, Petersaysdenim bahkan sudah punya kantor cabang di Kanada. Dan mulai melebarkan sayap hingga ke bisnis tato, piercing dan sebagainya.

Sewaktu masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), Peter Firmansyah terbiasa mengubek-ubek tumpukan baju di pedagang kaki lima. Kini, ia adalah pemilik usaha yang memproduksi busana yang sudah diekspor ke beberapa negara.

Tak butuh waktu relatif lama. Semua itu mampu dicapai Peter hanya dalam waktu 1,5 tahun sejak ia membuka usahanya pada November 2008. Kini, jins, kaus, dan topi yang menggunakan merek Petersaysdenim, bahkan dikenakan para personel kelompok musik di luar negeri.

Sejumlah kelompok musik itu seperti Of Mice & Man, We Shot The Moon, dan Before Their Eyes, dari Amerika Serikat, I am Committing A Sin, dan Silverstein dari Kanada, serta Not Called Jinx dari Jerman sudah mengenal produksi Peter. Para personel kelompok musik itu bertubi-tubi menyampaikan pujiannya dalam situs Petersaysdenim. Pada situs-situs internet kelompok musik itu, label Petersaysdenim juga tercantum sebagai sponsor. Petersaysdenim pun bersanding dengan merek-merek kelas dunia yang menjadi sponsor, seperti Gibson, Fender, Peavey, dan Macbeth.

Hasrat Peter terhadap busana bermutu tumbuh saat ia masih SMA. Peter yang lalu menjadi pegawai toko pada tahun 2003 kenal dengan banyak konsumennya dari kalangan berada dan sering kumpul-kumpul. Ia kerap melihat teman-temannya mengenakan busana mahal. Peter melihat, mereka tampak bangga, bahkan sombong dengan baju, celana, dan sepatu yang mereka dipakai. Harga celana jins saja misalnya, bisa Rp 3 juta. Perasaan bangga seperti itulah yang ingin saya munculkan kalau konsumen mengenakan busana produk saya, ujarnya.

START FROM ZERO (0) !

Peter Firmansyah benar-benar memulai usahanya dari nol. Pendapatan selama menjadi pegawai toko disisihkan untuk mengumpulkan modal. Di sela-sela pekerjaannya, ia juga mengerjakan pesanan membuat busana. Dalam sebulan, Peter rata-rata membuat 100 potong jaket, sweter, atau kaus. Keuntungan yang diperoleh antara Rp 10.000- Rp 20.000 per potong. ‘Gaji saya hanya sekitar Rp 1 juta per bulan, tetapi hasil dari pekerjaan sampingan bisa mencapai Rp 2 juta‘ kata Peter. Penghasilan sampingan itu ia dapatkan selama dua tahun waktu menjadi pegawai toko hingga 2005.

Belajar menjahit, memotong, dan membuat desain juga dilakukan sendiri. Sewaktu masih sekolah di SMA Negeri 1 Cicalengka, Kabupaten Bandung, Peter juga sempat belajar menyablon. Ia berprinsip, siapa pun yang tahu cara membuat pakaian bisa dijadikan guru. Selain itu, Peter juga banyak bertanya cara mengirim produk ke luar negeri. Proses ekspor dipelajari sendiri dengan bertanya ke agen-agen pengiriman paket.


PENGALAMAN PAHIT MEMBANGUN USAHA


Pada 2007, Peter juga mengerjakan pesanan jins senilai Rp 30 juta, tetapi pemesan menolak membayar dengan alasan jins itu tak sesuai keinginannya.

Pada tahun 2008 Peter ditipu temannya sendiri yang menyanggupi mengerjakan pesanan senilai Rp 14 juta. Pesanannya tidak dikerjakan, sementara uang muka Rp 7 juta dibawa kabur. Akhirnya saya terpaksa nombok. Jins dijual murah dari pada tidak jadi apa-apa. Tetapi, saya berusaha untuk tidak patah semangat, ujarnya.

PETER SAYS DENIM BERASAL DARI KHAYALAN

Peter Firmansyah (26) telah berhasil meraih sukses dengan produk jinsnya, Peter Says Denim. Jauh sebelum memiliki usahanya ini, Peter hanyalah seorang pemuda biasa yang selalu bermimpi. menurut Peter menghayal adalah bagian dari doa. Berawal dari khayalannya untuk dapat memiliki sebuah perusahaan di luar negeri, Peter telah memiliki sebuah perusahaan jins sukses yang telah dikenal hingga ke berbagai negara di dunia.

Saat ini telah berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya tersebut. Dia telah menjadi seorang pengusaha muda dengan omset ratusan juta perbulan dan tengah merencanakan untuk membuka sebuah kantor perwakilan PSD lagi di Amerika Serikat. Menghayal itu adalah sebagian dari doa. Karena mengejar mimpi dapat menjadi sebuah motivasi hidup, semangat Peter.

SUDUT PANDANG PETER FIRMANSYAH : FASHION AND MUSIC ALWAYS CONNECTED!
Peter Firmansyah, pendiri sekaligus pemilik Peter Says Denim (PSD)menjelaskan mengenai arti sebuah brand baginya. Dia tidak ingin PSD menjadi sebuah brand yang sekedar laku di pasaran. PSD adalah sebuah brand celana jeans asal Bandung yang fenomenal.

Peter melihat masih sedikit brand jeans denim yang berkarakter. Hal itu dilihat sebagai peluang dalam melakukan differensiasi produk. Berawal dari kegemarannya dengan musik maka peter ingin memperkenalkan music melalui jeans dan bahkan sebaliknya memperkenalkan jeans melalui music. I think everybody listens to music and music is universal. Fashion and music always connected, tak akan pernah terlepaskan.

Tahun 2005 dia membentuk sebuah band yang bernama Peter Say Sorry. Darisana perpaduan antara fesyen dan musik pertama kali muncul, ketika itu Peter mulai merancang sendiri jeans untuk bandnya. Peter menjabarkan brand PSD sebagai sebuah brand denim rock. Pasalnya PSD banyak meng-endorse band-band internasional maupun lokal beraliran rock. Misalnya saja Silverstein dari Kanada, August Burns Red dari Amerika, Not Called Jinx dari Jerman, dan masih banyak lagi. Sementara itu ada juga Superman Is Dead, St. Loco, Rocket Rockers, serta sederet band asal Indonesia lainnya.

Karena itu juga, merek PSD seringkali disandingkan dengan merek-merek kelas dunia seperti Gibson, Fender, Peavey, Volcom, Macbeth dan lain-lain sebagai sponsor dalam event-event musik. Tapi kesuksesan yang dicapai PSD saat ini tidak cepat membuat Peter puas. Baginya perjalanan PSD masih panjang, dan masih belum ada apa-apanya untuk menjadi salah satu brand jeans dunia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar